تعلّم العربيّة فإنها نصف دينكم Belajarlah bahasa Arab, karena bahasa Arab adalah separuh Agamamu

Jumat, 29 November 2013

Ilmu Pengetahuan Islam

A. Perkembangan Dunia Keilmuan Islam
1. Awal Kemunculan Dunia Keilmuan  Islam
Dunia keilmuan islam dimulai sejak diutusnya nabi Muhammad SAW menjadi rasul. Dalam waktu 23 tahun rasul telah mengubah bangsa arab dari bangsa jahiliyah menjadi bangsa yang berperadaban dengan jiwa yang islami, bersatu, berakhlak mulia dan berpengetahuan. Dengan bimbingan nabi dan pengaruh Al-qur’an lahir orang-orang pandai. Sahabat dekat nabi banyak yang menjadi terkenal karena kemampuanya, diantaranya Umar Bin Khottab, Ali Bin Abi Tholib, Zaid Bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Aisyah.[1]
Kemunculan dan perkembangan dunia keilmuan islam tidak dapat dipisahkan dari sejarah ekspansi islam itu sendiri. Dalam tempo kurang lebih 25 tahun setelah wafatnya nabi muhammad (632 M) kaum muslimin telah berhasil menaklukan seluruh jazirah arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi dakwah yang dalam sejarah islam disebut sebagai pembukaan negeri-negeri (futuh al-buldan) berlansung pesat dan tentunya memiliki konsekwensi, yaitu diantaranya penyerapan budaya setempat. Termasuk diantaranya adalah proses interaksi tradisi intelektual negeri-negeri yang ditaklukan.[2]
Dunia keilmuan islam terus bergulir meskipun Rasulullah telah wafat, mereka yang memerankan peran pengganti adalah para Khulafa’u Ar-rasyidin. Selain melanjutkan tradisi pembukaan negeri-negeri, banyak pula kegiatan-kegiatan intelektual lain yang telah dilakukan. Diantaranya adalah proses pembukuan al-qur’an. Diantara Khulafa’u Ar-rasyidin yang berhasil membangun peradaban islam adalah Umar bin al-Khottob. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan islam,  ia juga berhasil menciptakan sistem administrasi pemerintahan yang belum pernah ada sebelumnya. Selain itu untuk menghidupkan dunia keilmuan islam di wilayah-wilayah penaklukan umar mengirim para guru yang terdiri dari sahabat-sahabat ahli ilmu (Abu Musa Al-asy’ari, Muadz, Ubadah, Abu Darda, Anas bin Malik dll). Dan melalui tangan-tangan merekalah berkembang ilmu keislaman di negeri-negeri itu dan menghasilkan ahli-ahli ilmu dengan jumlah lebih banyak.[3]
Setelah masa Rasulullah dan Khulafa’u Ar-Rasyidin usai, dunia keilmuan islam berlanjut di bawah kepemimpinan Daulah Umawiyyah. Kalau tadinya perhatian dalam dunia keilmuan islam banyak mengarah kepada ilmu-ilmu agama, memahami Al-qur’an dan hadits. maka perhatian pada masa umayyah tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan bangsa sebelum datangnya islam dengan tidak menafikan ilmu-ilmu agama. Kholifah Khalid bin Yazid, cucu Muawiyah sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani yang bermukim di mesir untuk menterjemahkan buku-buku kimia dan kedokteran kedalam bahasa Arab. Begitu juga dengan kholifah al-Walid bin Abdul Malik yang memeberikan perhatian kepada Birmaristan, yaitu rumah sakit sebagai tempat berobat dan perawatan orang-orang sakit serta sebagai tempat studi kedokteran. Adapun kholifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan para ulama secara resmi untuk membukukan hadits-hadits Nabi.  Selain itu Ia juga bersahabat dengan Ibn Abjar, seorang dokter dari Iskandriyah yang kemudian menjadi dokter pribadinya.[4]
Didikan ulama-ulama yang dikirim oleh kholifah Umar pada masa pemerintahannya telah berhasil mengahasilkan ulama ahli ilmu dalam jumlah lebih besar dan lebih menjurus sesuai dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Telaah dalam bidang ilmupun meluas sehingga terjadi pembidangan ilmu pengetahuan sebagai berikut:[5]
1.  Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala bidang ilmu yang bersumber dari Al-qura’an dan hadits
2.  Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.
3.  Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf dan lain-lain
4.  Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan lain-lain.
Dari berbagai bidang ilmu tersebut dapat ditemukan beberapa ahli, diantaranya dari bidang bahasa adalah Sibawaih, Al-Farisy, Al-Zujaj. Dari bidang agama (hadits) adalah Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri, Abu Zubair Muhammad bin Muslim bin Idris, Bukhori dan Muslim. Dalam bidang (tafsir) Ikrimah dan Mujahid bin jabbar.[6]

2. Era Keemasan Dunia Keilmuan Islam
Ketika umat islam menyebut zaman keemasan  islam, umumnya merujuk kepada zaman kekhalifahan Abbasiyah. Pada zaman ini segala aspek kehidupan terlihat  sangat maju, baik dari aspek  ekonomi, politik dan terlebih lagi dari segi keilmuan.  Aktivitas dan kualitas intelektual pada abad ke 8 di bawah kekhalifahan Abbasiyah dapat dikatakan telah mencapai titik kulminasinya setelah sebelumnya dimulai oleh kekhalifahan Umayyah.[7]
Abad X masehi disebut sebagai abad pembangunan daulah islamiyah di mana dunia islam, mulai dan cordove di spanyol sampai ke multan di pakistan, mengalami pembangunan di segala bidang, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Dunia islam pada saat itu  dalam kondisi maju,  jaya, makmur, sebaliknya dunia barat masih dalam keadaan gelap, bodoh dan primitif.  Dunia islam sudah sibuk mengadakan penelitian, penyelidikan di laboratorium dan observatorium; dunia barat masih asyik dengan jampi-jampi dan dewa-dewa.[8]
Gerakan membangun ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja’far Al-mansur setelah ia mendirikan kota bagdad (144 H/765 M) dan menjadikanya sebagai ibu kota negara.[9] Lebih lanjut, Kekhalifahan Abbasiyah secara politis maupun keilmuan dibagi menjadi dua periode; periode pertama tahun (749-861 M) dengan sepuluh orang khalifah.  Periode kedua (861-1258 M) dengan 27 kholifah. Dari kedua periode tersebut periode kemajuan dan keemasannya ada pada periode pertama. Dan dari generasi pertama ini yang paling menonjol kegemilangannya adalah adalah kholifah Harun Ar-rasyid (786-809 M) dan putranya Al-ma’mun (813-833 M). adapun disebut zaman keemasan karena kehkhalifahan ini mempunyai stabilitas politik kuat dan orientasi keilmuan yang tinggi.[10]
Kholifah Ja’far Al-mansyur menarik banyak  ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk datang dan tinggal di baghdad. Ia merangsang usaha membukuan ilmu agama, seperti fiqh, tafsir, tauhid, hadits, atau ilmu lain seperti ilmu bahasa dan ilmu sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian penerjemahan buku ilmu yang berasal dari luar. [11]  Al-mansyur juga dikenal sebagai khalifah yang menguasai masalah fiqih dan menggemari filsafat dan astronomi. Karena itu ia memperkerjakan ahli fisika Bakhtishu dan pakar kedokteran Jundishapur Jibrail dan muridnya Isa bin Shahlatha serta astrologi tersohor Al-Naubakhi. Ia juga menyewa penterjemah Al-Bitriq untuk  kerja-kerja kelimuanya.  Begitu juga dengan kholifah Harun ar-Rasyid yang mengikuti jejak ayahnya, yaitu menterjemahkan karya-karya kedokteran. misalnya ia memabayar mahal Yuhan bin Masawaih sebagai penterjemah profesional. Ia membangun rumah sakit dan pendidikan dokter serta mendirikan apotik. Dan pada masanya terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter.  Adapun kholifah al-Ma’mun, dikenal sebagai kholifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahanya, penerjemahan buku-buku asing ditingkatkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani dan Persi ia menggaji penerjemah dari non muslim yang ahli. Dengan semangat keilmuan kholifah maka kehidupan intelektual atau tradisi keilmuan menjadi hidup dan berkembang pesat.[12]
Pada  masa pemerintahan kholifah Al-Ma’mun  mulai dilaksanakan proyek penerjemahan secara intensif dan besar-besaran. Ia mendirikan sebuah pusat kajian dan perpustakaan yang dinamakan bayt al-hikmah. Diantara mereka yang aktif sebagai penerjemah dan peneliti yaitu: Hunayn ibn Ishaq dan anaknya Ishaq ibn Hunayn, Abu Bishr Matta ibn Yunus, Yahya ibn Adi.  Menjelang akhir abad ke-9 M, hampir seluruh korpus saintifik yunani telah berhasil diterjemahkan, meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan, dari kedokteran, matematika, astronomi, fisika hingga filsafat, astrologi dan alchemy.[13]
Pada masa daulah Abassiyah, para kholifahnya adalah pencinta ilmu. Sehingga mereka mengadakan asimilisi ilmu-ilmu dengan Islam. Usaha pertama yang dilakukan pada masa itu adalah mengadakan penerjemahan, dan yang kedua adalah pembentukan ilmu aqli. Pada tahap penerjemahan telah berhasil menerjemahkan kitab-kitab dari yunani maupun persi. Diantara penerjemah yang terkenal adalah Hunain bin Ishaq, penerjemah buku kedokteran yunani. Selain penerjemah ia juga berhasil mengarang kitab soal pengobatan dengan judul 10 soal tentang mata (opthalmologhi).[14]
Adapun usaha yang kudua adalah pembentukan ilmu aqli. Menurut sunanto bertolak dari buku yang diterjemahkan itu para ahli dikalangan kaum muslimin mengembangkan penelitian dan pemikiran mereka secara empiris dengan mengadakan eksperimen dan pengamaran serta mengembangkan pemikiran spekulatif dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan kebenaran wahyu. Sehingga dari sini muncullah ilmuwan-ilmuwan muslim dari berbagai bidang keilmuan. Diantaranya dari bidang:[15]
1.      Agama
Pada bidang ilmu agama muncul nama ibn Jarir At-thobary, Ibn Athiyah Al-andalusy dengan tafsir bil-ma’tsurnya. Sedangkan Abu Bakar Asma’ dan Abu Muslim Muhammad bin Nashr Al-isfahany dengan tafsir Bir-ra’yunnya.
2.      Filsafat
Diantara tokoh filsafat yang terkenal adalah al-Kindi, yang bernamakan Abu Yusuf bin Ishaq terkenal dengan sebutan “filosuf arab” keturunan arab  asli berasal dari kindah di yaman, tapi lahir di Kufah tahun 796 M. disebutkan bahwa ia telah menulis buku kurang lebih berjumlah 238 karangan pendek yang terdiri dari berbagai macam ilmu. Selain al-Kindi,  juga terdapat filusuf  hebat, yaitu al-Farabi. Ia adalah Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Thankhan, ia lahir di kota Farab pada tahun 870 M. selain menguasai dalam bidang filsafat, ia juga mengusai ilmu dalam bidang kebahasaan, agama, kedokteran, musik, kemiliteran dll. Selain itu ia juga diberi gelar sebagai Almu’allim Al-tsani sebagai kelanjutan dari Aristoteles yang mendapat gelar Almu’allim Al-awwal. Diantara muridnya ialah Ibn Sina, Ibnu Rusyd dalam banyak hal. 
3.      Kedokteran
Dapat ditemukan Ar-Razi (865-925 M) yang terkenal di dunia barat dengan sebutan Rozes, ia adalah murid Hunain bin Ishaq dan ia telah menyusun karangan tidak kurang dari 200 jilid yang kebanyakan berisi ilmu kedokteran. Dan salah satu kitab yang fenomenal berjudul “campak dan cacar”.  Begitu pula dengan Ibn Sina (980-1037 M) yang terkenal di dunia barat dengan sebutan avecena, ia lahir di Afsyana dengan nama lengkap Abu Ali Husein bin Abdullah bin Sina. Ia memiliki ensiklopedi kedokteran dengan judul “al-qanun fi al-thib”. Karena jasa-jasanya dalam bidang kedokteran oleh banyak penulis barat Ibn Sina dijuluki “bapak dokter”.
4. Ilmu Optik
Dalam ilmu ini yang terkenal namanya adalah Abu Ali Al-Hasan bin Al-Haytam (965 M) yang oleh orang-orang Eropa disebut Alhazen. Ia ahli dalam bidang optik (ilmu mata), cahaya, dan warna. Ia memiliki Buku yang terkenal dengan judul “kitab al-manazir” yang membahas tentang ilmu cahaya. Dengan percobaanya Alhezen menemukan lensa pembesar  dan hal-hal yang berkaitan dengan mata.
5. Ilmu Astronomi
Dalam ilmu ini dapat ditemukan al-Fazari, ia adalah penerjemah buku Sidhanta dari bahasa india kebahasa arab di bagdad pada tahun 771 M. Alfazari adalah orang pertama yang mengerjakan asrtolobe.Yang kemudian para ahli astronomi bekerja di bait al-hikmah dengan membuat observatirium sistematis terhadap gerakan benda-benda langit di jagad raya dan juga garis edar matahari, panjang tahun syamsiyah.   Juga dikenal Al-Farghani (861 M) dengan karyanya yang fenomenal adalah “al-mudkhi ila ilmi hayai al-aflal”.  Juga dikenal Al-Battani, ia adalah seorang ahli perbandingan yang terbesar dan penyelidikan yang tekun, ia mengadakan perhitungan terhadap orbit bulan dan planet-planet tertentu, ia juga membuktikan kemungkinan gerhana matahari yang berbentuk cincin seta berhasil menentukan dengan tepat garis edar matahari.  Dan yang tak kalah terkenalnya adalah Al-Biruni (973-1050 M) ia adalah seorang sarjana yang paling terkemuka di bidang ilmu pasti. Pada tahun 1030 ia menulis sebuah buku berjudul “Al-Qamun Al-Mas’udi Fi Al-Nujum”. Selain itu ia juga menyusun buku soal-jawab singkat tentang geometri, aritmatika, astronomi.
6. Ilmu Hitung
Dalam bidang keilmuan ini dapat ditemukan seorang yang bernama Al-Khowarizmi, dialah yang menciptakan angka 6,7,8,9 dan selanjutnya menciptakan angka 0 (nol). Ia juga yang mengenalkan ilmu aljabar ke dunia barat, ia juga memperkenalkan angka arab ke dunia barat yang diberi nama Al-Qarism, dari kata Al-Khawarizmi.
3. Era Kemunduran Dunia Keilmuan Islam
Dengan tradisi keilmuan yang didukung oleh penguasa yang peduli pada ilmu serta pengusaha yang memusatkan infak mereka kedalam bidang ilmu, baghdad menjadi kota yang beradab. Didalamnya terdapat kholifah, ulama bidang ulum syar’iyyah dan bidang-bidang ulum kauniyyah seperti filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan lain sebagainya.
Namun, takdir Allah membalikkan situasi itu sehingga berubah sama sekali. Ghengis Khan yang berasal dari mongolia tiba-tiba berkeinginan untuk menyerang baghdad. Namun sebelum niatnya itu terlaksana ia meninggal. Kemudian tekatnya diteruskan oleh anaknya Hulagu Khan dengan pasukan berkuda yang kuat ia menyerang kota baghdad dan menghancurkan apa saja yang ditemui. Sejarawan Al-Juwayni yang pernah menyertai Hulagu Khan ke Persia menulis bahwa Hulagu Khan dan tentaranya datang membakar, membunuh, merampok lalu pergi, Sehingga tak tersisa sedikitpun juga. Dan tepatnya pada tanggal 19 februari 1258 Hulagu benar-benar menyerang baghdad. Ratusan bahkan ribuan warga yang tak bersalah tewas. Kemudian bangsa mongol yang buta huruf itu menghancurkan istana dan rumah penduduk, membunuh kholifah dan memporak-porandakan perpustakaan. Semua koleksi bertahun-tahun itu hancur hanya dalam sekejap mata. Dan konon sungai Tigris memerah karena cucuran darah para penduduk dan juga mengitam kerena lelehan tinta dari buku-buku manuskrip yang dihempaskan ke sungai itu.[16]
Secara umum faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan kematian dunia keilmuan islam dapat dikelompokkan menjadi dua, external dan internal. Diantara faktor internal adalah: krisis ekonomi, krisi militer, instabilitas politik, konflik perang saudara, kehidupan hedonis yang mulai dipraktekan oleh kalangan istana dan kaum elit, dan lain-lain.  Adapun faktor ekternal adalah: serangan kaum salib (1099 M), pembantaian riconquista di spanyol (1065-1248 M) dan invasi pasukan mongol yang berhasil menduduki baghdad (1258 M). Sehingga tak hanya memakan korban jiwa, melainkan juga perpustakaan dan fasilitas riset dan pendidikan porak-poranda.[17]

4. Masa Kebangkitan Keilmuan Islam
Berabad-abad lamanya dunia Islam, termasuk Arab, telah meninggalkan kedudukannya di bidang ilmu pengetahuan dan pengarahan bangsa-bangsa. Demikian juga di bidang pemikiran, sehingga menjadi tergantung sepenuhnya kepada Barat dalam usaha mencukupi kebutuhan hidupnya. Sampai soal bahasa Arab, ilmu tata bahasa dan sastranya, bahkan sampai mengenai cabang-cabang ilmu agama seperti Tafsir, Hadits, dan Fiqih pun dunia Islam kadang-kadang menggantungkan diri kepada Barat. Akhirnya kaum orientalis barat memegang peranan sebagai pembimbing dan pengarah dalam hal penelitian dan penerapan. Bahkan dalam hal ilmu hukum, pandangan-pandangan Islam, teori-teori Ilmiah dan sejarah, kaum orientalis dipandang sebagai sumber dan sandaran argumentasi[18].
Kemunduran dan kelumpuhan ini antara lain mengakibatkan "tiada lagi para ulama (khususnya dalam bidang fiqih) yang berusaha mendaki jenjang ijtihad, dan perpecahan serta kemunduran ini meluas keseluruh bidang kehidupan maka hal ini mempercepat proses penaklukan wilayah-wilayah Islam oleh tentara Mongol[19].
Keadaan ini baru berubah pada periode modern yang muncul pada awal abad 18 M. Pertemuan umat Islam yang dalam kemunduran dengan barat yang maju, mengakibatkan timbulnya pemikiran untuk meningkatkan kembali kehidupan umat Islam. Ide-ide pembaharuan mulai dikembangkan oleh Muhammad Ali Pasha, al-Thathawi, Jamaludddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho dan lain-lain.
Mulailah pada abad ke 19 didirikan sekolah-sekolah model barat di Mesir, Turki dan India. Di sini diajarkan metode berpikir rasional, filosofis dan ilmiah. Sains di sekolah-sekolah ini amat dipentingkan, sehingga timbullah di dunia Islam golongan terpelajar barat di samping ulama lulusan agama. Sekolah-sekolah ini tidak terpengaruh dengan perkembangan modern dan masih tetap memakai teologi tradisional, nonfilosofis dan non ilmiahnya. Kalau dikalangan kaum terpelajar barat mulai berkembang teologi sunatullah Zaman klasik, kaum ulama agama masih dipengaruhi oleh teologi kehendak mutlak Tuhan Zaman pertengahan.
Dengan timbulnya kembali teologi sunnatullah dan orientasi keduniaan di kalangan kaum terpelajar barat yang besar pengaruhnya kepada umat, produktivitas di Dunia Islam Zaman Modern mulai meningkat kembali[20].
 Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa perubahan terpenting dalam sikap mental dihasilkan oleh perubahan yang terjadi dalam lembaga pendidikan, hal ini terbukti para pemikir-pemikir pembaru menganjurkan supaya ilmu pengetahuan modern dan filsafat dimasukkan ke dalam kurikulum madrasah.
Atas dasar pemikiran serupa ini maka timbul anjuran supaya diadakan pembaruan dalam bidang yang besifat peka dalam islam, yaitu dalam bidang hukum Islam yang banyak mempengaruhi tingkah laku umat Islam dalam hidup kemasyarakatan. Ketentuan – ketentuan hukum yang merupakan hasil ijtihad, yaitu pemikiran dan penafsiran hukum pada zaman silam yang tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang, dianjurkan supaya ditinjau kembali dan dibuat ketentuan-ketntuan baru yang sesuia dengan perkembangan zaman[21].         
 

B. Perkembangan IPTEKS Masa Kini
1. Dampak Perkembangan IPTEKS[22]
a) Dampak Positif
1). Memberikan berbagai kemudahan
Maksudnya adalah bahwa perkembangan IPTEKS mampu membantu manusia dalam beraktifitas. Terutama sekali yang berhubungan dengan kegiatan perindustrian dan telekomunikasi. Namun demikian, dampak dari perkembangan IPTEKS juga berdampak ke berbagai hal seperti kegiatan pertanian, yang dulunya membajak sawah dengan menggunakan alat tradisional, kini sudah menggunakan peralatan mesin. Sehingga aktifitas penanaman dapat lebih cepat dilaksanakan tanpa memakan waktu yang lama dan tidak pula terlalu membutuhkan tenaga yang banyak. Ini adalah contoh kecil efek positif perkembangan IPTEKS di dalam membantu aktifitas manusia dalam kehidupan sehari-hari.

2). Mempermudah meluasnya berbagai informasi
Informasi merupakan hal yang sangat penting bagi kita, dimana tanpa informasi kita akan serba ketinggalan. Terlebih lagi ketika berbagai media cetak dan elektronik berkembang pesat. Hal ini memaksa kita untuk mau tidak mau harus bias dan selalu mendapatkan berbagai informasi. Pada masa dahulu, kegiatan pengiriman berita sangat lambat, hal ini dikarenakan kegiatan tersebut masih dilakukan secara tradisional baik itu secara lisan maupun dengan menggunakan sepucuk surat. Namun sekarang kegiatan semacam ini sudah hampir punah, dimana perkembangan IPTEKS telah merubah segalanya, dan kitapun tidak perlu menunggu lama untuk mengirim atau menerima berita.

3). Bertambahnya pengetahuan dan wawasan
Komputer  dahulu termasuk jenis peralatan yang sangat canggih, dimana hanya orang-orang tertentu yang mampu membelinya apalagi menggunakannya. Namun seiring dengan perkembangan IPTEKS, peralatan elektronok seperti komputer, internet, dan handphone (Hp) sudah menjadi benda yang menjamur. Dimana tidak hanya orang-orang tertentu yang mampu menggunakannya, bahkan anak-anak dibawah umurpun dapat menggunakannya. Inilah pengaruh positif perkembangan IPTEKS di era globalisasi terhadap ilmu pengetahuan dan wawasan  masyarakat kita.

b). Dampak negative
1). Mempengaruhi pola berpikir
Masyarakat kita adalah masyarakat yang agresif dan penasaran serta suka dengan hal baru. Terutama sekali dengan adanya berbagai perubahan  pada berbagai peralatan elektronik. Namun ternyata perkembangan tersebut tidak hanya berdampak terhadap pola berpikir anak, juga berdampak terhadap pola berpikir orang dewasa dan orang tua. Terlebih lagi setiap harinya masyarakat kita dicekoki dengan berbagai siaran yang kurang bermanfaat dari berbagi media elektronik.

2). Hilangnya budaya Tradisional
Dengan berdirinya berbagai gedung mewah seperti mal, perhotelan dll, mengakibatkan hilangnya budaya tradisional seperti kegiatan dalam perdagangan yang dulunya lebih dikenal sebagai pasar tradisional kini berubah menjadi pasar modern. Begitu juga terhadap pergaulan anak-anak dan remaja yang sekarang sudah mengarah kepada pergaulan bebas.

3). Banyak menimbulkan berbagai kerusakan
Dengan adanya berbagai macam kemajuan dalam bidang IPTEKS tidak memungkiri apabila dalam waktu yang singkat, perkembangan pembangunan di kota amat sangat pesat. Mulailah berdiri berbagai kegiatan industri,  Perhotelan, Mal, dan gedung-gedung bertingkat serta perumahan berdiri di mana-mana. Akibatnya aktifitas tradisional lumpuh, hutan gundul sehingga banyak menimbulkan berbagai macam bencana seperti banjir, tanah longsor serta polusi tejadi di mana-mana. Inilah dampak yang harus diterima masyarakat kita hingga ke anak cucu.
2. Sikap terhadap perkembangan IPTEKS
Dalam menuntut ilmu tidak mengenal waktu, dan juga tidak mengenal gender. Pria dan wanita punya kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu. Sehingga setiap orang baik pria maupun wanita bisa mengembangkan potensi yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita sehingga potensi itu berkembang dan sampai kepada kesempurnaan yang diharapkan. Karena itulah, agama menganggap bahwa menuntut ilmu itu termasuk bagian dari ibadah. Ibadah tidak terbatas kepada masalah shalat, puasa, haji, dan zakat. Bahkan menuntut ilmu itu dianggap sebagai ibadah yang utama, karena dengan ilmulah kita bisa melaksanakan ibadah-ibadah yang lainnya dengan benar.
Kejayaan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah mencerminkan bahwa Islam adalah agama yang luar biasa. Bahkan Eropa seolah-olah tidak berdaya menghadapi kemajuan Islam terutama di bidang IPTEKS. Walaupun pada akhirnya kejayaan Islam masa Dinasti Abbasiyah telah berakhir dan hanya menjadi kenangan manis belaka, kita sebagai generasi penerus harus senantiasa berusaha untuk menjadi generasi yang pantang menyerah apalagi di zaman serba modern ini kemajuan IPTEKS semakin sulit untuk dibendung. Kemajuan IPTEKS merupakan tantangan yang besar bagi kita. Apakah kita sanggup atau tidak menghadapi tantangan ini tergantung pada kesiapan pribadi masing-masing .
Setiap manusia diberikan hidayah dari Allah SWT berupa “alat” untuk mencapai dan membuka kebenaran. Hidayah tersebut adalah (1) indera, untuk menangkap kebenaran fisik, (2) naluri, untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan hidup manusia secara pribadi maupun sosial, (3) pikiran dan atau kemampuan rasional yang mampu mengembangkan kemampuan (pengetahuan biasa, ilmiah dan filsafi). Akal juga merupakan penghantar untuk menuju kebenaran tertinggi (tentunya dengan batasan atau landasan agama), (4) imajinasi, daya khayal yang mampu menghasilkan kreativitas dan menyempurnakan pengetahuannya, (5) hati nurani, suatu kemampuan manusia untuk dapat menangkap kebenaran tingkah laku manusia sebagai makhluk yang harus bermoral.[23]
Dalam menghadapi perkembangan budaya manusia dengan perkembangan IPTEKS yang sangat pesat, dirasakan perlunya mencari keterkaitan antara sistem nilai dan norma-norma Islam dengan perkembangan tersebut. Dalam menghadapi perkembangan IPTEKS ilmuwan muslim dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok; (1) Kelompok yang menganggap IPTEKS moderen bersifat netral dan berusaha melegitimasi hasil-hasil IPTEKS moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Quran yang sesuai; (2) Kelompok yang bekerja dengan IPTEKS moderen, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami, (3) Kelompok yang percaya adanya IPTEKS Islam dan berusaha membangunnya. Untuk kelompok ketiga ini memunculkan nama Al-Faruqi yang mengintrodusir istilah “Islamisasi Ilmu Pengetahuan”. Dalam konsep Islam pada dasarnya tidak ada pemisahan yang tegas antara ilmu agama dan ilmu non-agama. Sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan yang dikembangkan manusia merupakan “jalan” untuk menemukan kebenaran Allah itu sendiri. Sehingga IPTEKS menurut Islam haruslah bermakna ibadah. Yang dikembangkan dalam budaya Islam adalah bentuk-bentuk IPTEKS yang mampu mengantarkan manusia meningkatkan derajat spiritualitas, martabat manusia secara alamiah. Bukan IPTEKS yang merusak alam semesta, bahkan membawa manusia ketingkat yang lebih rendah martabatnya.[24]
Dari uraian di atas “hakekat” penyikapan IPTEKS dalam kehidupan sehari-hari yang islami adalah memanfaatkan perkembangan IPTEKS untuk meningkatkan martabat manusia dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah SWT. Kebenaran IPTEKS menurut Islam adalah sebanding dengan kemanfaatan IPTEKS itu sendiri. IPTEKS akan bermanfaat apabila (1) mendekatkan pada kebenaran Allah dan bukan menjauhkannya, (2) dapat membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang baik), (3) dapat memberikan pedoman bagi sesama, (4) dapat menyelesaikan persoalan umat. Dalam konsep Islam sesuatu hal dapat dikatakan mengandung kebenaran apabila ia mengandung manfaat dalam arti luas.[25]

3. Tanggungjawab dalam perkembangan IPTEKS
Islam merupakan agama yang mempunyai perhatian besar kepada ilmu pengetahuan. Islam sangat menekankan umatnya untuk terus menuntut ilmu. Dalam surat Ar-Rahman, Allah menjelaskan bahwa diri-Nya adalah pengajar (‘Allamahu al-Bayan) bagi umat Islam. Dalam agama-agama lain selain Islam kita tidak akan menemukan bahwa wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk belajar. Kita tahu bahwa ayat pertama yang diturunkan adalah Surat Al-‘Alaq yang memerintahan kita untuk membaca dan belajar. Allah mengajarkan kita dengan qalam – yang sering kita artikan dengan pena. Akan tetapi sebenarnya kata qalam juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mentransfer ilmu kepada orang lain. Kata qalam tidak diletakkan dalam pengertian yang sempit. Sehingga pada setiap zaman kata qalam dapat memiliki arti yang lebih banyak. Seperti pada zaman sekarang, komputer dan segala perangkatnya termasuk internet bisa diartikan sebagai penafsiran kata qalam. Dalam surat Al-‘Alaq, Allah swt memerintahkan kita agar menerangkan ilmu. Setelah itu kewajiban kedua adalah mentransfer ilmu tersebut kepada generasi berikutnya. Dalam hal pendidikan, ada dua kesimpulan yang dapat kita ambil dari firman Allah swt tersebut; yaitu Pertama, kita belajar dan mendapatkan ilmu yang sebanyak-banyaknya. Kedua, berkenaan dengan penelitian yang dalam ayat tersebut digunakan kata qalam yang dapat kita artikan sebagai alat untuk mencatat dan meneliti yang nantinya akan menjadi warisan kita kepada generasi berikutnya.
Perkembangan IPTEKS seperti sekarang ini tidak berlangsung secara mendadak, melainkan terjadi secara bertahap, evolutif. Pemikiran dan penemuan yang akan datang pada hakekatnya melengkapi atau menyempurnakan pemikiran atau penemuan yang lalu. Serta pemikiran dan penemuan setiap tokoh sangat dipengaruhi oleh kondisi zaman di mana tokoh tersebut hidup. Yang mana dari hasil penemuannya tersebut dapat memberikan manfaat dan kebahagiaan bagi kebutuhan hidup manusia dan tidak sedikit pula yang memberikan kesengsaraan.
Prestasi utama dan paling nyata pada abad pertengahan adalah terciptanya semangat untuk mengadakan eksperimen dan hal ini berkaitan dengan kaum muslimin pada abad 12. Mulai abad ke 20, ilmuwan muslim menyadari bagaimana memperoleh kembali kejayaan masa lampau. Mereka mulai menyadari bahwa tanpa ilmu pengetahuan dan teknologi , mereka tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidup mereka.
Oleh Karena itu umat islam wajib mengembangkan mentalitas yang sesuai dengan perkembangan dan kesinambungan ilmu pengetahuan harus diakui bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat berkembang subur dalam suasana yang diliputi suasana takhayul, pemikiran irasional dan obskurantisme. 
Untuk mendukung para peneliti diperlukan komunitas yang mempunyai pandangan ilmiah dan mau mencari kebenaran yang telah sempurna sampai dengan batas akhir. Dan komunitas itu tidak dapat dibentuk dalam sehari. Dewasa ini dunia islam adalah pemakai dan bukan penghasil ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain dunia islam mengekspor bahan mentah dan mengimpor barang jadi, mengubah ini diperlukan komunitas peneliti, Maka:
a). Menumbuh kembangkan mentalitas riset
b). Pembentukan dan kesinambungan peers group komunitas ilmiah muslim
c). Pemenuhan standarisasi riset seperti sarana, akses media, dll
d). Memperkuat network ilmuwan muslim melalui teknologi informasi
e). Sosialisasi (publikasi) penemuan dan pengujian hasil riset secara internasional
f). Penguasaan kaidah-kaidah ilmiah (filsafat ilmu) yang berlaku saat ini.[26]
Beberapa diantara alasan , Mengapa kita harus menguasai IPTEKS yakni:
a). Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah dikuasai oleh negara-negara barat.
b). Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEKS di negara-negara Islam.
c). Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEKS-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.[27]
Karena intelektual muslim sebagai pewaris Nabi (warasat al-anbiya’) maka ia memiliki tugas dan tanggungjawab yang besar, yaitu: pertama, sebagai saksi (terhadap perbuatannya sendiri maupun orang lain). Sebagai saksi dia dituntut untuk adil dan jujur. Kedua, penyeru kejalan Allah dan petunjuk ke jalan yang benar, amar ma’ruf nahi munkar. Ketiga, sebagai khalifah Allah di bumi. Karena sebagai hamba yang dipercayai oleh Tuhan,maka ia harus bertanggungjawab atas amanat yang dipikulkan.[28]



DAFTAR PUSTAKA

Arif, Syamsuddin. Sains Di Dunia Islam: Telaah Historis-Sosiologis. Jurnal pemikiran dan peradaban islam, ISLAMIA. Thn II No.6/Juli-september  2005.  Khoirul bayan press; Jakarta.
An-Nadawy, Abul Hasan Ali Al-Hasany. 1983. Kerugian Apa Yang Diderita Dunia Akibat Kemerosotan Kaum Muslimin. Bandung: PT al-Ma'arif
Azra,  Azyumardi. 1998. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu.,

Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Agama. Ciputat : PT Logos wacana Ilmu
Ghulsyani, Mahdi. 1998. Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an. Cetakan ke-X. Bandung: Mizan
Nasution, Harun. 1998. Islam Rasional. Cetakan ke-V. Bandung: Mizan
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah islam klasik: perkembagan ilmu pengetahuan islam. Prenada media; Jakarta.
Zainuddin, Muhammad, Roibin, dan Muhammad In’am Esha. 2004. Memadu Sains dan Agama.           Cetakan ke-II. Malang : Bayumedia Publishing
Zarkasyi, Fahmi Hamid. Bayt-ul-hikmah akademi pertama dalam islam. Jurnal pemikiran dan peradaban islam, ISLAMIA. Vol. V no.1, 2009. Khoirul bayan press; Jakarta.
 
Read more: http://www.impoint.info/2013/03/cara-membuat-auto-readmore-di-blog.html#ixzz2pjGSwV9l Dilarang copy paste artikel tanpa menggunakan sumber link - DMCA Protected Follow us: @ravdania on Twitter | pemakan.worell on Faceboo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar