A. Perkembangan
Dunia Keilmuan Islam
1. Awal Kemunculan Dunia Keilmuan Islam
Dunia keilmuan islam dimulai sejak
diutusnya nabi Muhammad SAW menjadi rasul. Dalam waktu 23 tahun rasul telah
mengubah bangsa arab dari bangsa jahiliyah menjadi bangsa yang berperadaban
dengan jiwa yang islami, bersatu, berakhlak mulia dan berpengetahuan. Dengan
bimbingan nabi dan pengaruh Al-qur’an lahir orang-orang pandai. Sahabat dekat
nabi banyak yang menjadi terkenal karena kemampuanya, diantaranya Umar Bin Khottab,
Ali Bin Abi Tholib, Zaid Bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan Aisyah.[1]
Kemunculan dan perkembangan dunia
keilmuan islam tidak dapat dipisahkan dari sejarah ekspansi islam itu sendiri.
Dalam tempo kurang lebih 25 tahun setelah wafatnya nabi muhammad (632 M) kaum
muslimin telah berhasil menaklukan seluruh jazirah arabia dari selatan hingga
utara. Ekspansi dakwah yang dalam sejarah islam disebut sebagai pembukaan
negeri-negeri (futuh al-buldan) berlansung pesat dan tentunya memiliki
konsekwensi, yaitu diantaranya penyerapan budaya setempat. Termasuk diantaranya
adalah proses interaksi tradisi intelektual negeri-negeri yang ditaklukan.[2]
Dunia keilmuan islam terus bergulir
meskipun Rasulullah telah wafat, mereka yang memerankan peran pengganti adalah
para Khulafa’u Ar-rasyidin. Selain melanjutkan tradisi pembukaan negeri-negeri,
banyak pula kegiatan-kegiatan intelektual lain yang telah dilakukan.
Diantaranya adalah proses pembukuan al-qur’an. Diantara Khulafa’u Ar-rasyidin
yang berhasil membangun peradaban islam adalah Umar bin al-Khottob. Ia berhasil
memperluas wilayah kekuasaan islam, ia
juga berhasil menciptakan sistem administrasi pemerintahan yang belum pernah
ada sebelumnya. Selain itu untuk menghidupkan dunia keilmuan islam di
wilayah-wilayah penaklukan umar mengirim para guru yang terdiri dari
sahabat-sahabat ahli ilmu (Abu Musa Al-asy’ari, Muadz, Ubadah, Abu Darda, Anas
bin Malik dll). Dan melalui tangan-tangan merekalah berkembang ilmu keislaman
di negeri-negeri itu dan menghasilkan ahli-ahli ilmu dengan jumlah lebih
banyak.[3]
Setelah masa Rasulullah dan Khulafa’u
Ar-Rasyidin usai, dunia keilmuan islam berlanjut di bawah kepemimpinan Daulah
Umawiyyah. Kalau tadinya perhatian dalam dunia keilmuan islam banyak
mengarah kepada ilmu-ilmu agama, memahami Al-qur’an dan hadits. maka perhatian
pada masa umayyah tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan bangsa sebelum
datangnya islam dengan tidak menafikan ilmu-ilmu agama. Kholifah Khalid bin
Yazid, cucu Muawiyah sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia
menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani yang bermukim
di mesir untuk menterjemahkan buku-buku kimia dan kedokteran kedalam bahasa
Arab. Begitu juga dengan kholifah al-Walid bin Abdul Malik yang memeberikan
perhatian kepada Birmaristan, yaitu rumah sakit sebagai tempat berobat dan
perawatan orang-orang sakit serta sebagai tempat studi kedokteran. Adapun
kholifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan para ulama secara resmi untuk
membukukan hadits-hadits Nabi. Selain
itu Ia juga bersahabat dengan Ibn Abjar, seorang dokter dari Iskandriyah yang
kemudian menjadi dokter pribadinya.[4]
Didikan ulama-ulama yang dikirim
oleh kholifah Umar pada masa pemerintahannya telah berhasil mengahasilkan ulama
ahli ilmu dalam jumlah lebih besar dan lebih menjurus sesuai dengan lingkungan
dimana mereka tinggal. Telaah dalam bidang ilmupun meluas sehingga terjadi
pembidangan ilmu pengetahuan sebagai berikut:[5]
1. Ilmu pengetahuan bidang
agama yaitu, segala bidang ilmu yang bersumber dari Al-qura’an dan hadits
2. Ilmu pengetahuan bidang
sejarah yaitu, segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan
riwayat.
3. Ilmu pengetahuan bidang
bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf dan lain-lain
4. Ilmu pengetahuan bidang
filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing,
seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan lain-lain.
Dari berbagai bidang ilmu tersebut
dapat ditemukan beberapa ahli, diantaranya dari bidang bahasa adalah Sibawaih, Al-Farisy,
Al-Zujaj. Dari bidang agama (hadits) adalah Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri,
Abu Zubair Muhammad bin Muslim bin Idris, Bukhori dan Muslim. Dalam bidang
(tafsir) Ikrimah dan Mujahid bin jabbar.[6]
2. Era Keemasan
Dunia Keilmuan Islam
Ketika umat islam menyebut zaman
keemasan islam, umumnya merujuk kepada
zaman kekhalifahan Abbasiyah. Pada zaman ini segala aspek kehidupan
terlihat sangat maju, baik dari
aspek ekonomi, politik dan terlebih lagi
dari segi keilmuan. Aktivitas dan
kualitas intelektual pada abad ke 8 di bawah kekhalifahan Abbasiyah dapat
dikatakan telah mencapai titik kulminasinya setelah sebelumnya dimulai oleh
kekhalifahan Umayyah.[7]
Abad X masehi disebut sebagai abad
pembangunan daulah islamiyah di mana dunia islam, mulai dan cordove di spanyol
sampai ke multan di pakistan, mengalami pembangunan di segala bidang, terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Dunia islam pada saat
itu dalam kondisi maju, jaya, makmur, sebaliknya dunia barat masih
dalam keadaan gelap, bodoh dan primitif.
Dunia islam sudah sibuk mengadakan penelitian, penyelidikan di
laboratorium dan observatorium; dunia barat masih asyik dengan jampi-jampi dan
dewa-dewa.[8]
Gerakan membangun ilmu secara
besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja’far Al-mansur setelah ia mendirikan
kota bagdad (144 H/765 M) dan menjadikanya sebagai ibu kota negara.[9] Lebih lanjut, Kekhalifahan Abbasiyah secara politis maupun
keilmuan dibagi menjadi dua periode; periode pertama tahun (749-861 M) dengan
sepuluh orang khalifah. Periode kedua
(861-1258 M) dengan 27 kholifah. Dari kedua periode tersebut periode kemajuan
dan keemasannya ada pada periode pertama. Dan dari generasi pertama ini yang
paling menonjol kegemilangannya adalah adalah kholifah Harun Ar-rasyid (786-809
M) dan putranya Al-ma’mun (813-833 M). adapun disebut zaman keemasan karena
kehkhalifahan ini mempunyai stabilitas politik kuat dan orientasi keilmuan yang
tinggi.[10]
Kholifah Ja’far Al-mansyur menarik
banyak ulama dan para ahli dari berbagai
daerah untuk datang dan tinggal di baghdad. Ia merangsang usaha membukuan ilmu
agama, seperti fiqh, tafsir, tauhid, hadits, atau ilmu lain seperti ilmu bahasa
dan ilmu sejarah. Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian penerjemahan buku
ilmu yang berasal dari luar. [11] Al-mansyur juga dikenal
sebagai khalifah yang menguasai masalah fiqih dan menggemari filsafat dan
astronomi. Karena itu ia memperkerjakan ahli fisika Bakhtishu dan pakar
kedokteran Jundishapur Jibrail dan muridnya Isa bin Shahlatha serta astrologi
tersohor Al-Naubakhi. Ia juga menyewa penterjemah Al-Bitriq untuk kerja-kerja kelimuanya. Begitu juga dengan kholifah Harun ar-Rasyid
yang mengikuti jejak ayahnya, yaitu menterjemahkan karya-karya kedokteran.
misalnya ia memabayar mahal Yuhan bin Masawaih sebagai penterjemah profesional.
Ia membangun rumah sakit dan pendidikan dokter serta mendirikan apotik. Dan
pada masanya terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Adapun kholifah al-Ma’mun, dikenal sebagai
kholifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahanya, penerjemahan
buku-buku asing ditingkatkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani dan Persi ia
menggaji penerjemah dari non muslim yang ahli. Dengan semangat keilmuan
kholifah maka kehidupan intelektual atau tradisi keilmuan menjadi hidup dan
berkembang pesat.[12]
Pada
masa pemerintahan kholifah Al-Ma’mun
mulai dilaksanakan proyek penerjemahan secara intensif dan
besar-besaran. Ia mendirikan sebuah pusat kajian dan perpustakaan yang
dinamakan bayt al-hikmah. Diantara mereka yang aktif sebagai penerjemah
dan peneliti yaitu: Hunayn ibn Ishaq dan anaknya Ishaq ibn Hunayn, Abu Bishr
Matta ibn Yunus, Yahya ibn Adi.
Menjelang akhir abad ke-9 M, hampir seluruh korpus saintifik yunani
telah berhasil diterjemahkan, meliputi berbagai bidang ilmu pengetahuan, dari
kedokteran, matematika, astronomi, fisika hingga filsafat, astrologi dan
alchemy.[13]
Pada masa daulah Abassiyah, para
kholifahnya adalah pencinta ilmu. Sehingga mereka mengadakan asimilisi
ilmu-ilmu dengan Islam. Usaha pertama yang dilakukan pada masa itu adalah
mengadakan penerjemahan, dan yang kedua adalah pembentukan ilmu aqli. Pada
tahap penerjemahan telah berhasil menerjemahkan kitab-kitab dari yunani maupun
persi. Diantara penerjemah yang terkenal adalah Hunain bin Ishaq, penerjemah
buku kedokteran yunani. Selain penerjemah ia juga berhasil mengarang kitab soal
pengobatan dengan judul 10 soal tentang mata (opthalmologhi).[14]
Adapun usaha yang kudua adalah
pembentukan ilmu aqli. Menurut sunanto bertolak dari buku yang diterjemahkan
itu para ahli dikalangan kaum muslimin mengembangkan penelitian dan pemikiran
mereka secara empiris dengan mengadakan eksperimen dan pengamaran serta
mengembangkan pemikiran spekulatif dalam batas-batas yang tidak bertentangan
dengan kebenaran wahyu. Sehingga dari sini muncullah ilmuwan-ilmuwan muslim
dari berbagai bidang keilmuan. Diantaranya dari bidang:[15]
1.
Agama
Pada bidang ilmu agama muncul nama
ibn Jarir At-thobary, Ibn Athiyah Al-andalusy dengan tafsir bil-ma’tsurnya.
Sedangkan Abu Bakar Asma’ dan Abu Muslim Muhammad bin Nashr Al-isfahany dengan
tafsir Bir-ra’yunnya.
2.
Filsafat
Diantara tokoh filsafat yang
terkenal adalah al-Kindi, yang bernamakan Abu Yusuf bin Ishaq terkenal dengan
sebutan “filosuf arab” keturunan arab
asli berasal dari kindah di yaman, tapi lahir di Kufah tahun 796 M.
disebutkan bahwa ia telah menulis buku kurang lebih berjumlah 238 karangan
pendek yang terdiri dari berbagai macam ilmu. Selain al-Kindi, juga terdapat filusuf hebat, yaitu al-Farabi. Ia adalah Abu Nashr Muhammad
bin Muhammad bin Thankhan, ia lahir di kota Farab pada tahun 870 M. selain
menguasai dalam bidang filsafat, ia juga mengusai ilmu dalam bidang kebahasaan,
agama, kedokteran, musik, kemiliteran dll. Selain itu ia juga diberi gelar
sebagai Almu’allim Al-tsani sebagai kelanjutan dari Aristoteles yang mendapat
gelar Almu’allim Al-awwal. Diantara muridnya ialah Ibn Sina, Ibnu Rusyd dalam
banyak hal.
3.
Kedokteran
Dapat ditemukan Ar-Razi (865-925 M)
yang terkenal di dunia barat dengan sebutan Rozes, ia adalah murid Hunain bin Ishaq
dan ia telah menyusun karangan tidak kurang dari 200 jilid yang kebanyakan
berisi ilmu kedokteran. Dan salah satu kitab yang fenomenal berjudul “campak
dan cacar”. Begitu pula dengan Ibn Sina
(980-1037 M) yang terkenal di dunia barat dengan sebutan avecena, ia lahir di Afsyana
dengan nama lengkap Abu Ali Husein bin Abdullah bin Sina. Ia memiliki ensiklopedi
kedokteran dengan judul “al-qanun fi al-thib”. Karena jasa-jasanya dalam bidang
kedokteran oleh banyak penulis barat Ibn Sina dijuluki “bapak dokter”.
4. Ilmu
Optik
Dalam ilmu ini yang terkenal namanya
adalah Abu Ali Al-Hasan bin Al-Haytam (965 M) yang oleh orang-orang Eropa
disebut Alhazen. Ia ahli dalam bidang optik (ilmu mata), cahaya, dan warna. Ia
memiliki Buku yang terkenal dengan judul “kitab al-manazir” yang membahas
tentang ilmu cahaya. Dengan percobaanya Alhezen menemukan lensa pembesar dan hal-hal yang berkaitan dengan mata.
5. Ilmu
Astronomi
Dalam ilmu ini dapat ditemukan al-Fazari,
ia adalah penerjemah buku Sidhanta dari bahasa india kebahasa arab di bagdad
pada tahun 771 M. Alfazari adalah orang pertama yang mengerjakan asrtolobe.Yang
kemudian para ahli astronomi bekerja di bait al-hikmah dengan membuat
observatirium sistematis terhadap gerakan benda-benda langit di jagad raya dan
juga garis edar matahari, panjang tahun syamsiyah. Juga dikenal Al-Farghani (861 M) dengan
karyanya yang fenomenal adalah “al-mudkhi ila ilmi hayai al-aflal”. Juga dikenal Al-Battani, ia adalah seorang
ahli perbandingan yang terbesar dan penyelidikan yang tekun, ia mengadakan
perhitungan terhadap orbit bulan dan planet-planet tertentu, ia juga
membuktikan kemungkinan gerhana matahari yang berbentuk cincin seta berhasil
menentukan dengan tepat garis edar matahari.
Dan yang tak kalah terkenalnya adalah Al-Biruni (973-1050 M) ia adalah
seorang sarjana yang paling terkemuka di bidang ilmu pasti. Pada tahun 1030 ia
menulis sebuah buku berjudul “Al-Qamun Al-Mas’udi Fi Al-Nujum”. Selain
itu ia juga menyusun buku soal-jawab singkat tentang geometri, aritmatika,
astronomi.
6. Ilmu
Hitung
Dalam bidang keilmuan ini dapat
ditemukan seorang yang bernama Al-Khowarizmi, dialah yang menciptakan angka
6,7,8,9 dan selanjutnya menciptakan angka 0 (nol). Ia juga yang mengenalkan
ilmu aljabar ke dunia barat, ia juga memperkenalkan angka arab ke dunia barat
yang diberi nama Al-Qarism, dari kata Al-Khawarizmi.
3. Era Kemunduran Dunia Keilmuan Islam
Dengan tradisi keilmuan yang
didukung oleh penguasa yang peduli pada ilmu serta pengusaha yang memusatkan
infak mereka kedalam bidang ilmu, baghdad menjadi kota yang beradab. Didalamnya
terdapat kholifah, ulama bidang ulum syar’iyyah dan bidang-bidang ulum
kauniyyah seperti filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan lain
sebagainya.
Namun, takdir Allah membalikkan
situasi itu sehingga berubah sama sekali. Ghengis Khan yang berasal dari
mongolia tiba-tiba berkeinginan untuk menyerang baghdad. Namun sebelum niatnya
itu terlaksana ia meninggal. Kemudian tekatnya diteruskan oleh anaknya Hulagu Khan
dengan pasukan berkuda yang kuat ia menyerang kota baghdad dan menghancurkan
apa saja yang ditemui. Sejarawan Al-Juwayni yang pernah menyertai Hulagu Khan
ke Persia menulis bahwa Hulagu Khan dan tentaranya datang membakar, membunuh,
merampok lalu pergi, Sehingga tak tersisa sedikitpun juga. Dan tepatnya pada
tanggal 19 februari 1258 Hulagu benar-benar menyerang baghdad. Ratusan bahkan
ribuan warga yang tak bersalah tewas. Kemudian bangsa mongol yang buta huruf
itu menghancurkan istana dan rumah penduduk, membunuh kholifah dan
memporak-porandakan perpustakaan. Semua koleksi bertahun-tahun itu hancur hanya
dalam sekejap mata. Dan konon sungai Tigris memerah karena cucuran darah para
penduduk dan juga mengitam kerena lelehan tinta dari buku-buku manuskrip yang
dihempaskan ke sungai itu.[16]
Secara umum faktor-faktor yang
menyebabkan kemunduran dan kematian dunia keilmuan islam dapat dikelompokkan
menjadi dua, external dan internal. Diantara faktor internal adalah: krisis
ekonomi, krisi militer, instabilitas politik, konflik perang saudara, kehidupan
hedonis yang mulai dipraktekan oleh kalangan istana dan kaum elit, dan
lain-lain. Adapun faktor ekternal
adalah: serangan kaum salib (1099 M), pembantaian riconquista di spanyol
(1065-1248 M) dan invasi pasukan mongol yang berhasil menduduki baghdad (1258
M). Sehingga tak hanya memakan korban jiwa, melainkan juga perpustakaan dan
fasilitas riset dan pendidikan porak-poranda.[17]
4. Masa Kebangkitan Keilmuan Islam
Berabad-abad lamanya dunia Islam,
termasuk Arab, telah meninggalkan kedudukannya di bidang ilmu pengetahuan dan
pengarahan bangsa-bangsa. Demikian juga di bidang pemikiran, sehingga menjadi
tergantung sepenuhnya kepada Barat dalam usaha mencukupi kebutuhan hidupnya.
Sampai soal bahasa Arab, ilmu tata bahasa dan sastranya, bahkan sampai mengenai
cabang-cabang ilmu agama seperti Tafsir, Hadits, dan Fiqih pun dunia Islam
kadang-kadang menggantungkan diri kepada Barat. Akhirnya kaum orientalis barat
memegang peranan sebagai pembimbing dan pengarah dalam hal penelitian dan
penerapan. Bahkan dalam hal ilmu hukum, pandangan-pandangan Islam, teori-teori
Ilmiah dan sejarah, kaum orientalis dipandang sebagai sumber dan sandaran
argumentasi[18].
Kemunduran dan kelumpuhan ini antara
lain mengakibatkan "tiada lagi para ulama (khususnya dalam bidang fiqih)
yang berusaha mendaki jenjang ijtihad, dan perpecahan serta kemunduran ini
meluas keseluruh bidang kehidupan maka hal ini mempercepat proses penaklukan
wilayah-wilayah Islam oleh tentara Mongol[19].
Keadaan ini baru berubah pada
periode modern yang muncul pada awal abad 18 M. Pertemuan umat Islam yang dalam
kemunduran dengan barat yang maju, mengakibatkan timbulnya pemikiran untuk
meningkatkan kembali kehidupan umat Islam. Ide-ide pembaharuan mulai
dikembangkan oleh Muhammad Ali Pasha, al-Thathawi, Jamaludddin al-Afghani,
Muhammad Abduh, Rasyid Ridho dan lain-lain.
Mulailah pada abad ke 19 didirikan
sekolah-sekolah model barat di Mesir, Turki dan India. Di sini diajarkan metode
berpikir rasional, filosofis dan ilmiah. Sains di sekolah-sekolah ini amat
dipentingkan, sehingga timbullah di dunia Islam golongan terpelajar barat di
samping ulama lulusan agama. Sekolah-sekolah ini tidak terpengaruh dengan
perkembangan modern dan masih tetap memakai teologi tradisional, nonfilosofis
dan non ilmiahnya. Kalau dikalangan kaum terpelajar barat mulai berkembang
teologi sunatullah Zaman klasik, kaum ulama agama masih dipengaruhi oleh
teologi kehendak mutlak Tuhan Zaman pertengahan.
Dengan timbulnya kembali teologi
sunnatullah dan orientasi keduniaan di kalangan kaum terpelajar barat yang
besar pengaruhnya kepada umat, produktivitas di Dunia Islam Zaman Modern mulai
meningkat kembali[20].
Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa perubahan
terpenting dalam sikap mental dihasilkan oleh perubahan yang terjadi dalam
lembaga pendidikan, hal ini terbukti para pemikir-pemikir pembaru menganjurkan
supaya ilmu pengetahuan modern dan filsafat dimasukkan ke dalam kurikulum
madrasah.
Atas dasar pemikiran serupa ini maka
timbul anjuran supaya diadakan pembaruan dalam bidang yang besifat peka dalam
islam, yaitu dalam bidang hukum Islam yang banyak mempengaruhi tingkah laku
umat Islam dalam hidup kemasyarakatan. Ketentuan – ketentuan hukum yang
merupakan hasil ijtihad, yaitu pemikiran dan penafsiran hukum pada zaman silam
yang tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang, dianjurkan supaya ditinjau
kembali dan dibuat ketentuan-ketntuan baru yang sesuia dengan perkembangan
zaman[21].
B. Perkembangan
IPTEKS Masa Kini
1. Dampak
Perkembangan IPTEKS[22]
a)
Dampak Positif
1). Memberikan
berbagai kemudahan
Maksudnya
adalah bahwa perkembangan IPTEKS mampu membantu manusia dalam beraktifitas.
Terutama sekali yang berhubungan dengan kegiatan perindustrian dan
telekomunikasi. Namun demikian, dampak dari perkembangan IPTEKS juga berdampak
ke berbagai hal seperti kegiatan pertanian, yang dulunya membajak sawah dengan
menggunakan alat tradisional, kini sudah menggunakan peralatan mesin. Sehingga
aktifitas penanaman dapat lebih cepat dilaksanakan tanpa memakan waktu yang
lama dan tidak pula terlalu membutuhkan tenaga yang banyak. Ini adalah contoh
kecil efek positif perkembangan IPTEKS di dalam membantu aktifitas manusia
dalam kehidupan sehari-hari.
2). Mempermudah
meluasnya berbagai informasi
Informasi
merupakan hal yang sangat penting bagi kita, dimana tanpa informasi kita akan
serba ketinggalan. Terlebih lagi ketika berbagai media cetak dan elektronik
berkembang pesat. Hal ini memaksa kita untuk mau tidak mau harus bias dan
selalu mendapatkan berbagai informasi. Pada masa dahulu, kegiatan pengiriman
berita sangat lambat, hal ini dikarenakan kegiatan tersebut masih dilakukan
secara tradisional baik itu secara lisan maupun dengan menggunakan sepucuk
surat. Namun sekarang kegiatan semacam ini sudah hampir punah, dimana
perkembangan IPTEKS telah merubah segalanya, dan kitapun tidak perlu menunggu
lama untuk mengirim atau menerima berita.
3). Bertambahnya
pengetahuan dan wawasan
Komputer
dahulu termasuk jenis peralatan yang sangat canggih, dimana hanya
orang-orang tertentu yang mampu membelinya apalagi menggunakannya. Namun
seiring dengan perkembangan IPTEKS, peralatan elektronok seperti komputer,
internet, dan handphone (Hp) sudah menjadi benda yang menjamur. Dimana tidak
hanya orang-orang tertentu yang mampu menggunakannya, bahkan anak-anak dibawah
umurpun dapat menggunakannya. Inilah pengaruh positif perkembangan IPTEKS di
era globalisasi terhadap ilmu pengetahuan dan wawasan masyarakat kita.
b). Dampak
negative
1). Mempengaruhi
pola berpikir
Masyarakat
kita adalah masyarakat yang agresif dan penasaran serta suka dengan hal baru.
Terutama sekali dengan adanya berbagai perubahan pada berbagai peralatan
elektronik. Namun ternyata perkembangan tersebut tidak hanya berdampak terhadap
pola berpikir anak, juga berdampak terhadap pola berpikir orang dewasa dan
orang tua. Terlebih lagi setiap harinya masyarakat kita dicekoki dengan
berbagai siaran yang kurang bermanfaat dari berbagi media elektronik.
2). Hilangnya
budaya Tradisional
Dengan
berdirinya berbagai gedung mewah seperti mal, perhotelan dll, mengakibatkan
hilangnya budaya tradisional seperti kegiatan dalam perdagangan yang dulunya
lebih dikenal sebagai pasar tradisional kini berubah menjadi pasar modern.
Begitu juga terhadap pergaulan anak-anak dan remaja yang sekarang sudah
mengarah kepada pergaulan bebas.
3). Banyak
menimbulkan berbagai kerusakan
Dengan
adanya berbagai macam kemajuan dalam bidang IPTEKS tidak memungkiri apabila
dalam waktu yang singkat, perkembangan pembangunan di kota amat sangat pesat.
Mulailah berdiri berbagai kegiatan industri, Perhotelan, Mal, dan gedung-gedung
bertingkat serta perumahan berdiri di mana-mana. Akibatnya aktifitas
tradisional lumpuh, hutan gundul sehingga banyak menimbulkan berbagai macam
bencana seperti banjir, tanah longsor serta polusi tejadi di mana-mana. Inilah
dampak yang harus diterima masyarakat kita hingga ke anak cucu.
2. Sikap
terhadap perkembangan IPTEKS
Dalam
menuntut ilmu tidak mengenal waktu, dan juga tidak mengenal gender. Pria dan
wanita punya kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu. Sehingga setiap orang
baik pria maupun wanita bisa mengembangkan potensi yang diberikan oleh Allah
SWT kepada kita sehingga potensi itu berkembang dan sampai kepada kesempurnaan
yang diharapkan. Karena itulah, agama menganggap bahwa menuntut ilmu itu
termasuk bagian dari ibadah. Ibadah tidak terbatas kepada masalah shalat,
puasa, haji, dan zakat. Bahkan menuntut ilmu itu dianggap sebagai ibadah yang
utama, karena dengan ilmulah kita bisa melaksanakan ibadah-ibadah yang lainnya
dengan benar.
Kejayaan
Islam pada masa Dinasti Abbasiyah mencerminkan bahwa Islam adalah agama yang
luar biasa. Bahkan Eropa seolah-olah tidak berdaya menghadapi kemajuan Islam
terutama di bidang IPTEKS. Walaupun pada akhirnya kejayaan Islam masa Dinasti
Abbasiyah telah berakhir dan hanya menjadi kenangan manis belaka, kita sebagai
generasi penerus harus senantiasa berusaha untuk menjadi generasi yang pantang
menyerah apalagi di zaman serba modern ini kemajuan IPTEKS semakin sulit untuk
dibendung. Kemajuan IPTEKS merupakan tantangan yang besar bagi kita. Apakah
kita sanggup atau tidak menghadapi tantangan ini tergantung pada kesiapan
pribadi masing-masing .
Setiap
manusia diberikan hidayah dari Allah SWT berupa “alat” untuk mencapai dan
membuka kebenaran. Hidayah tersebut adalah (1) indera, untuk menangkap
kebenaran fisik, (2) naluri, untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan hidup
manusia secara pribadi maupun sosial, (3) pikiran dan atau kemampuan rasional
yang mampu mengembangkan kemampuan (pengetahuan biasa, ilmiah dan filsafi).
Akal juga merupakan penghantar untuk menuju kebenaran tertinggi (tentunya
dengan batasan atau landasan agama), (4) imajinasi, daya khayal yang mampu
menghasilkan kreativitas dan menyempurnakan pengetahuannya, (5) hati nurani,
suatu kemampuan manusia untuk dapat menangkap kebenaran tingkah laku manusia
sebagai makhluk yang harus bermoral.[23]
Dalam
menghadapi perkembangan budaya manusia dengan perkembangan IPTEKS yang sangat
pesat, dirasakan perlunya mencari keterkaitan antara sistem nilai dan
norma-norma Islam dengan perkembangan tersebut. Dalam menghadapi perkembangan
IPTEKS ilmuwan muslim dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok; (1) Kelompok
yang menganggap IPTEKS moderen bersifat netral dan berusaha melegitimasi
hasil-hasil IPTEKS moderen dengan mencari ayat-ayat Al-Quran yang sesuai; (2)
Kelompok yang bekerja dengan IPTEKS moderen, tetapi berusaha juga mempelajari
sejarah dan filsafat ilmu agar dapat menyaring elemen-elemen yang tidak islami,
(3) Kelompok yang percaya adanya IPTEKS Islam dan berusaha membangunnya. Untuk
kelompok ketiga ini memunculkan nama Al-Faruqi yang mengintrodusir istilah “Islamisasi
Ilmu Pengetahuan”. Dalam konsep Islam pada dasarnya tidak ada pemisahan yang
tegas antara ilmu agama dan ilmu non-agama. Sebab pada dasarnya ilmu
pengetahuan yang dikembangkan manusia merupakan “jalan” untuk menemukan
kebenaran Allah itu sendiri. Sehingga IPTEKS menurut Islam haruslah bermakna
ibadah. Yang dikembangkan dalam budaya Islam adalah bentuk-bentuk IPTEKS yang
mampu mengantarkan manusia meningkatkan derajat spiritualitas, martabat manusia
secara alamiah. Bukan IPTEKS yang merusak alam semesta, bahkan membawa manusia
ketingkat yang lebih rendah martabatnya.[24]
Dari
uraian di atas “hakekat” penyikapan IPTEKS dalam kehidupan sehari-hari yang
islami adalah memanfaatkan perkembangan IPTEKS untuk meningkatkan martabat
manusia dan meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah SWT. Kebenaran IPTEKS
menurut Islam adalah sebanding dengan kemanfaatan IPTEKS itu sendiri. IPTEKS
akan bermanfaat apabila (1) mendekatkan pada kebenaran Allah dan bukan
menjauhkannya, (2) dapat membantu umat merealisasikan tujuan-tujuannya (yang
baik), (3) dapat memberikan pedoman bagi sesama, (4) dapat menyelesaikan
persoalan umat. Dalam konsep Islam sesuatu hal dapat dikatakan mengandung
kebenaran apabila ia mengandung manfaat dalam arti luas.[25]
3. Tanggungjawab
dalam perkembangan IPTEKS
Islam
merupakan agama yang mempunyai perhatian besar kepada ilmu pengetahuan. Islam
sangat menekankan umatnya untuk terus menuntut ilmu. Dalam surat Ar-Rahman,
Allah menjelaskan bahwa diri-Nya adalah pengajar (‘Allamahu al-Bayan) bagi umat
Islam. Dalam agama-agama lain selain Islam kita tidak akan menemukan bahwa
wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk belajar. Kita tahu bahwa
ayat pertama yang diturunkan adalah Surat Al-‘Alaq yang memerintahan kita untuk
membaca dan belajar. Allah mengajarkan kita dengan qalam – yang sering kita
artikan dengan pena. Akan tetapi sebenarnya kata qalam juga dapat diartikan
sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mentransfer ilmu kepada orang
lain. Kata qalam tidak diletakkan dalam pengertian yang sempit. Sehingga pada
setiap zaman kata qalam dapat memiliki arti yang lebih banyak. Seperti pada
zaman sekarang, komputer dan segala perangkatnya termasuk internet bisa
diartikan sebagai penafsiran kata qalam. Dalam surat Al-‘Alaq, Allah swt
memerintahkan kita agar menerangkan ilmu. Setelah itu kewajiban kedua adalah
mentransfer ilmu tersebut kepada generasi berikutnya. Dalam hal pendidikan, ada
dua kesimpulan yang dapat kita ambil dari firman Allah swt tersebut; yaitu Pertama,
kita belajar dan mendapatkan ilmu yang sebanyak-banyaknya. Kedua,
berkenaan dengan penelitian yang dalam ayat tersebut digunakan kata qalam yang
dapat kita artikan sebagai alat untuk mencatat dan meneliti yang nantinya akan
menjadi warisan kita kepada generasi berikutnya.
Perkembangan
IPTEKS seperti sekarang ini tidak berlangsung secara mendadak, melainkan
terjadi secara bertahap, evolutif. Pemikiran dan penemuan yang akan datang pada
hakekatnya melengkapi atau menyempurnakan pemikiran atau penemuan yang lalu.
Serta pemikiran dan penemuan setiap tokoh sangat dipengaruhi oleh kondisi zaman
di mana tokoh tersebut hidup. Yang mana dari hasil penemuannya tersebut dapat
memberikan manfaat dan kebahagiaan bagi kebutuhan hidup manusia dan tidak
sedikit pula yang memberikan kesengsaraan.
Prestasi
utama dan paling nyata pada abad pertengahan adalah terciptanya semangat untuk
mengadakan eksperimen dan hal ini berkaitan dengan kaum muslimin pada abad 12.
Mulai abad ke 20, ilmuwan muslim menyadari bagaimana memperoleh kembali
kejayaan masa lampau. Mereka mulai menyadari bahwa tanpa ilmu pengetahuan dan
teknologi , mereka tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidup mereka.
Oleh
Karena itu umat islam wajib mengembangkan mentalitas yang sesuai dengan
perkembangan dan kesinambungan ilmu pengetahuan harus diakui bahwa ilmu
pengetahuan tidak dapat berkembang subur dalam suasana yang diliputi suasana
takhayul, pemikiran irasional dan obskurantisme.
Untuk
mendukung para peneliti diperlukan komunitas yang mempunyai pandangan ilmiah
dan mau mencari kebenaran yang telah sempurna sampai dengan batas akhir. Dan
komunitas itu tidak dapat dibentuk dalam sehari. Dewasa ini dunia islam adalah
pemakai dan bukan penghasil ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain
dunia islam mengekspor bahan mentah dan mengimpor barang jadi, mengubah ini
diperlukan komunitas peneliti, Maka:
a). Menumbuh kembangkan mentalitas riset
b). Pembentukan
dan kesinambungan peers group komunitas ilmiah muslim
c). Pemenuhan standarisasi riset seperti
sarana, akses media, dll
d). Memperkuat network ilmuwan muslim melalui
teknologi informasi
e). Sosialisasi
(publikasi) penemuan dan pengujian hasil riset secara internasional
f). Penguasaan kaidah-kaidah ilmiah (filsafat
ilmu) yang berlaku saat ini.[26]
Beberapa diantara alasan , Mengapa kita harus
menguasai IPTEKS yakni:
a).
Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah dikuasai oleh negara-negara
barat.
b).
Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEKS di
negara-negara Islam.
c).
Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan
IPTEKS-nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat
Islam sibuk sendiri, ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.[27]
Karena
intelektual muslim sebagai pewaris Nabi (warasat al-anbiya’) maka ia memiliki
tugas dan tanggungjawab yang besar, yaitu: pertama, sebagai saksi
(terhadap perbuatannya sendiri maupun orang lain). Sebagai saksi dia dituntut
untuk adil dan jujur. Kedua, penyeru kejalan Allah dan petunjuk ke jalan
yang benar, amar ma’ruf nahi munkar. Ketiga, sebagai khalifah Allah di
bumi. Karena sebagai hamba yang dipercayai oleh Tuhan,maka ia harus
bertanggungjawab atas amanat yang dipikulkan.[28]
DAFTAR
PUSTAKA
Arif, Syamsuddin. Sains Di Dunia
Islam: Telaah Historis-Sosiologis. Jurnal pemikiran dan peradaban islam,
ISLAMIA. Thn II No.6/Juli-september
2005. Khoirul bayan press;
Jakarta.
An-Nadawy, Abul
Hasan Ali Al-Hasany. 1983. Kerugian Apa Yang Diderita Dunia Akibat
Kemerosotan Kaum Muslimin. Bandung: PT al-Ma'arif
Azra, Azyumardi. 1998. Esei-Esei Intelektual
Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu.,
Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Agama. Ciputat : PT Logos
wacana Ilmu
Ghulsyani, Mahdi. 1998. Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an. Cetakan
ke-X. Bandung: Mizan
Nasution,
Harun. 1998. Islam Rasional. Cetakan ke-V. Bandung: Mizan
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah islam klasik: perkembagan ilmu
pengetahuan islam. Prenada media; Jakarta.
Zainuddin, Muhammad, Roibin, dan Muhammad In’am Esha. 2004. Memadu
Sains dan Agama. Cetakan
ke-II. Malang : Bayumedia Publishing
Zarkasyi, Fahmi Hamid. Bayt-ul-hikmah akademi pertama dalam
islam. Jurnal pemikiran dan peradaban islam, ISLAMIA. Vol. V no.1, 2009.
Khoirul bayan press; Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar